Berawal
dari perasaan jenuh bercampur bosan sebagai mahasiswa yang aktivitas
kesehariannya hanya kuliah (berangkat ke kampus, selesai kuliah langsung pulang
ke kos) alias mahasiswa kupu-kupu, hal itu berlangsung setiap hari. Hal ini lah
yang akhirnya menimbulkan semacam gejolak yang membayangi pikiranku setiap saat.
Kemudian terpikir olehku sebuah pertanyaan besar bagiku, ‘hal apa sih yang
sudah kamu lakukan untuk Indonesia?. Pertanyaan tersebut mendorong saya untuk
melakukan hal yang bermanfaat dan berguna, baik diri sendiri maupun bagi
lingkungan dan masyarakat. Kehidupan sebagai mahasiswa kupu-kupu tak dapat
menyalurkan ekspresi dan mengaktualisasikan diri.
Arus
gejolak tersebut akhirnya bermuara, beberapa waktu kemudian saya menemukan
Project B Indonesia. Semacam komunitas sebagai wadah untuk menuju social entrepreneur. Dengan begitu kita
dapat menumbuhkan jiwa sosial kita, maupun menanamkan jiwa kita sebagai pengusaha.
Berada di dalamnya, lambat laun mulai terasa, bahwa komunitas ini sejalan
dengan pola pikir yang saya kehendaki. Yakni menjadi enterpreneur yang tak lupa dengan aspek sosial yang terlingkar di
sekitar kita. Mungkin maksud social
entrepreneur masih mengganjal dalam pikiran anda, apa itu social entrepreneur?.
“A social entrepreneur recognizes a social problem and uses
entrepreneurial principles to organize, create and manage a venture to achieve
social change (a social venture). While a business entrepreneur typically
measures performance in profit and return, a social entrepreneur focuses on
creating social capital. Thus, the main aim of social entrepreneurship is to
further social and environmental goals. Social entrepreneurs are most commonly
associated with the voluntary and not-for-profit sectors, but this need not
preclude making a profit. Social entrepreneurship practiced with a world view
or international context is called international social entrepreneurship.”
Demikian
sepenggal kalimat yang saya ambil dari situs Wikipedia.org tentang social entrepreneur. Lalu apa sih aspek sosial yang digarap komunitas
Prjoect B Indonesia?, mungkin jawabannya tidak seperti yang anda duga. Yakni
menggarap tumpukan ‘Sampah’. Sepintas masalah sampah memang terdengar sepele,
tapi masalah sampah justru menjadi masalah di setiap daerah, ingatkah anda
peristiwa luwih gajah “Bandung lautan
sampah”? Bagaimana menurut anda? Anda sendiri pasti sudah tahu seperti apa itu?
Apalagi sampah plastik kemasan butuh puluhan tahun bahkan ratusan untuk
terdegradasi secara alami.
Di
Project B Indonesia, kami berusaha menahan volume laju sampah kemasan dengan
cara mengolah dan merubah sampah tersebut menjadi produk-produk yang menarik,
seperti, baju, sepatu, tas dan masih banyak hasil olahan sampah-sampah berbahan
plastik lainnya. Kenapa menggerakkan masyarakat agar mengumpulkan dan
memisahkan sampah kemasan begitu susah?. Hal ini karena masyarakat atau manusia
itu sendiri yang menghasilkan sampah dan tidak menghiraukan sampahnya sendiri,
yang mereka tahu hanya mengumpulkan sampah dan membuang kemudia diangkut ke
(Tempat Pembuangan Akhir) TPA oleh petugas (konsep kumpul angkut). Setelah
masuk TPA masyarakat tak lagi peduli, mereka justru ribut dan berkomentar jika
tak seorang petugas pun datang untuk membuang sampah ke TPA.
Nah, dari sinilah kita mencoba memberikan
edukasi kepada masyarakat agar tidak hanya menggunakan konsep kumpul angkut
TPA, tapi kita berusaha merubahnya agar memilah sampahnya terlebih dahulu
kemudian diolah, sedangkan sampah yang tidak dapat di olah di kumpulkan ke TPA.
Dengan begini, setidaknya kita sedikit banyak meringankan beban TPA dan
masyarkat juga akan merasakan manfaat atau hasil mengelola sampahnya sendiri,
mulai dari sampah organik yang dapat diubah menjadi pupuk, dan sampah kemasan
dapat ditabungkan hingga dijual, dan berbagai manfaat sampah yang lainnya.
Project
B Indonesia sendiri membuat aneka produk recycle
dari bahan plastik kemasan dengan memberdayakan masyarakat, seperti penjaga
warung Burjo, penjual makanan kemasan dan lain-lain. Komunitas ini juga
mengedukasi mereka tentang bagaimana cara memisahkan sampah organik maupun non organik dan dari sampah tersebut
dapat dijadikan apa saja. Semuanya meraka sosialisasikan agar sampah kemasan
tersebut dapat diryclce dan dapat
ditabung. Dengan memisahkan sampah kemasan para pengumpul akan mendapatkan
keuntungan setiap sampah dihargai Rp.10,- sampai Rp.70,- persampah. Dengan
demikian masyarakat mendapat keuntungan dari hasil menjual sampah yang
dikumpulkan sendiri.
Jika
sampah yang terkumpul di masyarakat
dianggap sudah banyak, sampah akan dibeli Project B Indonesia. kemudian kita
melakukan penyortiran terhadap sampah kemasan tersebut dan meski ada sampah
kemasan yang tidak memenuhi standar, kita akan tetap memanfaatkannya menjadi
bantalan dan rajangan sampah kemasan. Karena kembali kekonsep, kita akan
berusaha menahan laju sampah. Project B Indonesia akan selalu berupaya agar
tidak ada sampah kemasan yang keluar dari produksi kita, setelah sampah
disortir, sampah akan dicuci hingga bersih. Setelah bersih sampah akan di
keringkan dan kemudian sampah kemasan siap di sortir lagi.
Dibandingkan
dengan produk-produk yang berbahan dasar kulit yang banyak beredar di toko-toko
maupun terpampang mall. Produk yang terbuat dari bahaan dasar sampah kemasan
tentunya lebih awet dan perawatannya pun mudah, mengingat bahan-bahan plastik
memang bahan yang tak mudah rusak walau terkana air. bukan tidak mungkin jika
suatu saat produk yang disulap dari sampah kemasan terpajang di mall.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar